Toboh Cubadak, 23 Oktober 2019
Pajak Dana Desa . ada banyak sekali bendahara yang masih bingung mengenai pajak terkait dana desa, oleh karena itu mimin kali ini akan share pertanyaan pertanyaan yang sering kali di ajukan pada saat sosialisasi perpajakan. oke langsung saja guys disimak :
1. Apakah atas penyetoran modal untuk pembentukan BUMDes dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak?
Jawab
Tidak, karena bukan merupakan objek pajak.
Sesuai Pasal 4 ayat(3) huruf c UU Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah, antara lain : harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Penjelasan Pasal :
“Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang diterima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan Objek Pajak.”
2. Apakah pada saat Desa memperoleh / menerima uang dari sewa lahan desa kena pajak?
Jawab :
Tidak kena pajak, karena Pemerintah Desa tidak termasuk sebagai Subjek Pajak.
Dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 dan penjelasannya, antara lain diatur bahwa Unit tertentu dari badan Pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk sebagai Subjek Pajak yaitu :
1. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD;
3. Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah; dan
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Perhatikan bunyi Pasal 22 ayat (1) huruf a UU PPh :
“Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang”.
Juga perhatikan bunyi Pasal 23 UU PPh :
“ Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, ....”
Dengan demikan tidak ada aspek PPh maupun PPN yang harus dipotong oleh Bendahara Desa pada saat menerima uang.
3. Apakah atas belanja pasir tidak kena pajak?
Jawab :
Belanja pasir tidak kena PPN. Tetapi tetap dimungkinkan kena PPh Pasal 22 dengan tarif :
1. 1,5% apabila penjual ber-NPWP, atau
2. 3% apabila penjual tidak ber-NPWP.
Sesuai Pasal 4A huruf a Undang-undang PPN bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN, antara lain barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi : asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
Dalam belanja pasir ini tidak akan terjadi pemungutan PPh Pasal 23, karena pasir adalah barang, bukan jasa.
4. Apakah atas pembelian batu split/ batu belah dikenakan PPN ?
Jawab : Kena PPN.
Ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 23/PJ.3/1985 Tgl 25 Maret 1985 bahwa penyerahan hasil penggalian yang sudah diolah lebih lanjut, seperti : batu yang sudah dipecah / dibentuk dalam berbagai ukuran, … adalah Barang Kena Pajak dan atas penyerahannya terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
Jangan lupa, kenakan juga PPh Pasal 22 apabila belanjanya > Rp 2 juta.
Dalam belanja batu split/batu belah ini tidak akan terjadi pemungutan PPh Pasal 23, karena pasir adalah barang, bukan jasa
5. Benarkah kalau kita beli batu belah / pecah / split langsung dari warga masyarakat (bukan dari toko) atau bukan dari suatu badan usaha/perusahaan tidak kena pajak?
Jawab :
Tidak betul, Bendahara Desa tetap harus mengenakan pajak walaupun beli dari warga masyarakat.
Tidak ada sama-sekali peraturan pajak yang menyatakan kalau Bendahara beli batu belah / pecah / split langsung dari warga masyarakat (bukan dari toko) tidak akan kena pajak.
6. Kalau Bendahara beli pasir dari toko, benarkah Bendahara tetap harus memungut PPN atas pembelian pasir tadi, karena beli darinya toko, bukan diambil langsung dari sumbernya (sungai) ?
Jawab :
Bendahara tidak perlu memungut PPN kalau belanja pasir, walaupun beli dari toko, walaupun tetap harus memungut PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5% (untuk toko yang ber-NPWP) kalau belanjanya > Rp 2 juta.
Pasal 4A UU PPN menyatakan bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN, antara lain barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi : minyak mentah (crude oil), gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; panas bumi; asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
1. Penegasan atas kasus ini ada di Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE - 23/PJ.3/1985 tentang Pengertian Menambang Dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 (Seri PPN-38), bahwa :
2. Kegiatan menambang yang termasuk pengertian menghasilkan adalah kegiatan pada tingkat pengolahan dan pemurnian dalam rangka usaha pertambangan.
3. Pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan sumber daya panas bumi tidak termasuk dalam pengertian menghasilkan, sehingga minyak mentah (crude oil) dan gas bumi serta sumber daya panas bumi adalah bukan Barang Kena Pajak, dan atas penyerahannya tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai.
Hasil penggalian bahan tambang tersebut masih dalam bentuk aslinya dan belum mengalami proses pengolahan apapun.
Dalam aturan ini, minyak mentah dan gas bumi yang diambil dari dalam bumi ternyata tidak dikenai PPN, walaupun perlu teknologi tinggi untuk mengeluarkan dan mengambilnya. Perlu dibuat sumur pengeboran, perlu dipasangkan pipa untuk menyalurkan, perlu kilang untuk penyimpanan, dan proses lainnya. Tapi ternyata, sepanjang masih berupa minyak mentah dan gas bumi, maka tidak dikenai PPN.
7. Bendahara Desa belanja kambing / kerbau / sapi untuk acara sedekah desa. Benarkah bebas dari PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ?
Jawab :
Bendahara tetap harus memungut PPN, sepanjang belanjanya > Rp 1 juta.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan Untuk Pembuatan Pakan Ternak dan Pakan Ikan Yang Atas Impor dan/atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan PPN, dinyatakan bahwa hanya ternak berupa sapi indukan yang dibebaskan dari pengenaan PPN, itupun dengan syarat-syarat tertentu.
Jangan lupa, tetap ada pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif 1,5% (untuk toko/penjual yang ber-NPWP) kalau belanjanya > Rp 2 juta.
8. Apakah atas Siltap (penghasilan Tetap) yang diterima perangkat desa menjadi objek PPh Pasal 21 ? Bagaimana kalau diterimanya dirapel?
Jawab :
Sepanjang Siltap tersebut tidak melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), maka kena PPh Pasal 21-nya NIHIL atau Rp 0,-.
Tidak ada pengaruhnya apakah Siltap tersebut dapatnya rutin per bulan atau dirapel.
Dengan tingginya PTKP, hampir dipastikan seluruh penerima Siltap kena pajaknya nihil atau Rp 0,-
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 32/PJ/2015 :
1. Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termasuk …, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima
atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
2. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap berupa gaji atau upah,
segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
3. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap selain penghasilan
yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus,
Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
4. Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah
seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode
atau pada saat dibayarkan. (Pasal 10 huruf a)
Besarnya PTKP sebulan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, PTKP adalah :
1. TK/0 = Rp 4.500.000
2. TK/1 = Rp 4.875.000
3. TK/2 = Rp 5.250.000
4. TK/3 = Rp 5.625.000
5. K/0 = Rp 4.875.000
6. K/1 = Rp 5.250.000
7. K/2 = Rp 5.625.000
8. K/3 = Rp 6.000.000
9. Apakah honorarium rapat / kegiatan / uang rapat / uang transport bagi penerima yang bukan PNS dikenakan PPh Pasal 21 ?
Jawab :
Kena PPh Pasal 21
Biasanya kena tarif 5�gi yg punya NPWP atau 6�gi yang tidak punya NPWP, karena biasanya terima uangnya < Rp>
Tidak ada pengurang (misal biaya jabatan atau PTKP), langsung kita kenakan tarif.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 16/PJ/2016 :
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. (Pasal 16 ayat (2) huruf b)
10. Bendahara desa membuat SPK / kontrak dengan rekanan kontraktor/pemborong (Pihak Ketiga) untuk membuat proyek pengaspalan jalan / pemasangan rangka baja ringan / bikin jembatan / renovasi balai desa, apakah untuk menghitung PPh yang terhutang perlu diperinci dulu belanjanya?
Jawab :
Tidak perlu rincian untuk menghitung PPh Pasal 21 (upah), PPN pembelian barang, PPh Pasal 22 pembelian barang, PPh Pasal 23 sewa mesin molen / stum, dll. karena semua sudah menjadi urusan rekanan pemborong.
Atas pekerjaan jasa konstruksi ini langsung saja Bendahara memungut/memotong :
1. PPh Jasa konstruksi, biasanya 4/110 x nilai kontrak atau 4% x DPP.
2. PPN 10/110 x nilai kontrak atau 10% x DPP.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, tarif PPh final atas jasa konstruksi adalah :
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksana Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
AMP HTML
Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
11. Pada saat Bendahara Desa membuat idbilling untuk setor PPN dan PPh Pasal 22, apakah pakai Kode Jenis Pajak (KJS) : 900, 910, 920 atau 930 ?
Jawab : Pakai 930
Sesuai penegasan dalam surat nomor S-6/PJ.13/2016 Perihal Penegasan Kode Jenis Setor Bendaharawan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2015 bahwa Bendahara Dana Desa yang mengelola keuangan yang bersumber dari APBDes, APBD atau APBN akan menggunakan KJS 930.
Supaya kode 930 ini muncul, maka setelah masuk ke https://djponline.pajak.go.id atau https://sse3.pajak.go.id , yang diklik NPWP LAIN, bukan NPWP sendiri. Kalau kita klik NPWP sendiri, maka kode 930 tidak muncul.
Perhatian :
Kalau masuknya ke sse2.pajak.go.id maka tidak akan bisa setor dengan NPWP LAIN.
12. Upah tukang bangunan yang melakukan pembangunan gedung balai desa / gedung PAUD/ senderan / tembok penahan tebing apakah dipotong PPh Pasal 21 ?
Jawab :
Karena upah tukang / tenaga kerja lepas biasanya di bawah Rp 450 ribu/ tukang / hari dan dalam sebulan < Rp>
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. : PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi :
1. Pasal 1 angka 11 : Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit basil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja
2. Pasal 5 angka 1 : Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan, ...dst
13. Apakah pemberian uang rapat desa dikenakan PPh Pasal 21 ?
Jawab : dikenakan PPh Pasal 21 karena merupakan peserta kegiatan. Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. : PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi :
1. Pasal 1 angka 13 : Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut
2. Pasal 1 angka 23 : Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan penghasilan sejenis lainnya.
3. Pasal 3 : Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
1. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
2. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
3. peserta pendidikan dan pelatihan;
4. peserta kegiatan lainnya.
14. Pembayaran honor pemateri/narasumber/trainer, uang rapat, uang transport kegiatan, berapa tariff PPh Pasal 21-nya ?
Jawab :
Kenakan PPh Pasal 21 dengan tarif :
Kalau PNS lihat dulu golongannya, besarnya tarif PPh Pasal 21 final adalah :
1. 0% 'dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain, bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya.
2. 5% 'dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain, bagi PNS Golongan III, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya
3. 15% 'dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain, bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan Pensiunannya
4. Kalau bukan PNS pakai tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. (Biasanya 5% kalau punya NPWP atau 6% kalau tidak punya NPWP) :
Tarif tersebut berlaku juga bagi penerima honor kegiatan Pilkada.
Dasar Hukum Tarif bagi PNS :
Pasal 17 PER-16/PJ/2016 : Pengenaan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta para pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus mengenai hal dimaksud. Selanjutnya diatur dalam ketentuan PP No. 80 Tahun 2010 Tentang Tarf Pemotongan dan Pengenaan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Yang Menjadi Beban APBN atau APBD.
15. Kode Jenis Pajak PPh Pasal 23 pakai 100 atau 104 ?
Jawab : Setoran PPh Pasal 23 menggunakan MAP : 411124 dengan Kode Jenis Pajak :
1. 100 untuk sewa mesin/alat/kendaraan
2. 104 untuk jasa lain
16. Bendahara hendak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas belanja barang kepada Toko/Penjual, atau pemungutan PPh Pasal 23 sebesar 2% atas sewa kendaraan. Tetapi Toko/Penjual menolak dengan alasan peredaran bruto usahanya <= Rp 4,8 Milyar setahun dan selama ini sudah menyetorkan pajak sebesar 1�ri penjualan setiap bulan, sesuai diatur dalam PP No. 46 Tahun 2013.
Jawab :
Bendahara cukup meminta foto kopi SKB (Surat Ketetapan Bebas) Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh kepada Toko/Penjual tadi, yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.
SKB tadi diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. Pengurusan SKB dilakukan oleh Toko/Penjual sendiri, bukan oleh Bendahara. Bendahara tidak perlu minta bukti setoran pajak kepada Toko/Penjual.
Dasar Hukum :
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan DJP No. : PER - 32/PJ/2013 Tentang. Tata Cara Pembebasan Dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
17. Kita sudah membuat idbiling dan berhasil mendapat nomor idbilling, tetapi ternyata salah data pada saat input di https://djponline.pajak.go.id atau pada https://sse3.pajak.go.id, Apa yang harus kita lakukan ?
Jawab :
1. Apabila kita belum setorkan pajaknya, bikin lagi saja idbilling yang benar. Idbilling yang lama/salah kita buang/sobek kalau terlanjur diprint, supaya tidak kelupaan ikut terbawa ke teller bank/pos. Pakailah idbilling yg baru/benar untuk dibawa ke teller bank/pos.
2. Apabila sudah terlanjur disetorkan ke Pos/Bank, kita harus membuat permohonan pemindahbukuan, sebagaimana diatur dalam Permenkeu No. 242/PMK.03/2014
18. Pada saat membuat idbilling untuk setor PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, kenapa tidak bisa muncul NPWP lain ?
Jawab :
Setoran PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 harus menggunakan NPWP Bendahara, bukan NPWP Toko/Penjual. Sehingga oleh system idbilling dikunci supaya tidak bisa muncul pilihan NPWP lain.
Menu NPWP Lain hanya muncul untuk setoran PPN dan PPh Pasal 22, nanti menggunakan kode 930 bagi Bendahara Desa.
19. Bisakah kita bikin idbilling kalau tidak punya EFIN?
Jawab : Bisa.
Caranya :
Sumber : Klik Link ini
( PI-TGB )